Menjelang AEC 2015: Peluang atau Hambatan bagi Mahasiswa Bidik Misi?

 

Memasuki awal tahun 2015, masyarakat Asia Tenggara, khususnya Indonesia semakin dekat dengan pelaksanaan ASEAN Community 2015 (Komunitas ASEAN 2015). Komunitas yang dibentuk atas kerjasama negara-negara anggota ASEAN ini akan resmi dideklarasikan pada akhir tahun 2015. Komunitas ini merupakan realisasi dari komitmen negara-negara anggota untuk menciptakan kawasan Asia Tenggara yang transparan, damai, saling peduli, stabil dan sejahtera.

Komunitas ASEAN 2015 memiliki tiga pilar utama, salah satunya adalah pilar ASEAN Economic Community (AEC). AEC dibentuk untuk mendukung perekonomian negara-negara ASEAN agar mampu bersaing di tingkat global. Dengan adanya pilar ini, masyarakat ASEAN secara langsung menjadi bagian dari Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 yang memiliki kesempatan untuk memperluaskan pemasaran produk usahanya dalam lingkup Asia Tenggara. Negara anggota, seperti Indonesia dapat memasarkan produk-produk buatan dalam negeri ke negara ASEAN lainnya secara bebas, begitupun sebaliknya. Hal ini menjadi transformasi baru bagi sektor-sektor pendukung ekonomi negara dalam meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat. Dengan AEC 2015 ini, negara-negara anggota juga diharapkan  dapat berpacu untuk meningkatkan taraf perekonomian dan kesejahteraan masing-masing negara sehingga hadirnya pilar ini dapat menjadi keuntungan bagi seluruh negara anggota ASEAN.

Akan tetapi, AEC 2015 tidak selalu menguntungkan negara-negara ASEAN. AEC 2015 ibarat pedang bermata dua, yang pada satu sisi dapat menjadi peluang, namun di sisi lain dapat juga menjadi hambatan atau ancaman bagi Indonesia. Salah satu komponen yang memegang peranan penting adalah penduduk Indonesia usia remaja dan dewasa. Menurut sensus penduduk tahun 2010, 34 persen dari penduduk Indonesia berada di rentang usia sangat produktif (15-35 tahun). Fakta ini seharusnya menjadi kekuatan bagi Indonesia untuk ikut bersaing dalam AEC 2015.

Rentang usia 15-35 tahun merupakan rentang usia yang sangat identik dengan mahasiswa. Dalam hal ini, mahasiswa menjadi aktor yang diandalkan karena memiliki energi dan potensi yang besar. Selain itu, mahasiswa juga memiliki pemikiran kritis dan kreatif dalam menciptakan sebuah usaha baru. Usaha baru itulah yang akan digunakan untuk bersaing dengan negara-negara ASEAN lainnya.

Kategori mahasiswa yang paling bertanggungjawab dalam menyikapi AEC 2015 adalah mahasiswa penerima beasiswa dari pemerintah, yaitu beasiswa Bidik Misi. Beasiswa Bidik Misi merupakan beasiswa yang memiliki nominal terbesar, yaitu 12 juta rupiah per tahun selama tiga tahun (untuk program Diploma) dan empat tahun (untuk program Sarjana). Uang yang telah dikeluarkan oleh pemerintah itu seharusnya dimanfaatkan mahasiswa secara bijak untuk mempersiapkan strategi yang optimal dalam menghadapi AEC 2015.

Peluang

Mahasiswa Bidik Misi yang secara intelektual berada dalam taraf menengah ke atas ini dapat menyikapi AEC 2015 sebagai sebuah peluang besar. Mereka dapat meningkatkan potensi dan kreativitas yang dimiliki untuk mengembangkan sebuah usaha baru berbasis ekonomi kreatif sesuai dengan potensi daerah asalnya masing-masing. Mahasiswa dapat memanfaatkan kearifan lokal (local wisdom) dan potensi pariwisata tertentu untuk menciptakan sebuah produk yang memiliki ciri khas Indonesia. Misalnya, menciptakan usaha aksesoris blangkon (penutup kepala khas Jawa Tengah dan DIY) dengan tambahan ornamen-ornamen modern atau usaha sepatu dengan motif batik.

Tidak hanya ekonomi kreatif, mahasiswa Bidik Misi juga dapat memanfaatkan AEC 2015 untuk meningkatkan kapasitas diri dan memperluas jaringan internasional. Mahasiswa Bidik Misi dapat belajar secara langsung dan efektif melalui aktivitas-aktivitas Komunitas ASEAN 2015. Misalnya, dalam sebuah konferensi ekonomi internasional, mahasiswa Bidik Misi dapat menambah wawasannya terkait bidang ekonomi dan kewirausahaan. Melalui langkah tersebut, mahasiswa-mahasiswa Bidik Misi Indonesia dapat terus meningkatkan kemampuan bersaing dengan negara-negara ASEAN lainnya.

Hambatan

Pendeklarasian AEC 2015 pada akhir tahun ini memerlukan persiapan yang matang dari mahasiswa-mahasiswa Indonesia, terutama mahasiswa Bidik Misi. Salah satu pilar yang seharusnya menjadi peluang besar ini, dapat berubah menjadi hambatan bagi mahasiswa Bidik Misi. Ada beberapa hal yang menghambat mahasiswa Bidik Misi dalam menyikapi AEC 2015. Mental lemah menjadi hambatan yang paling utama. Mahasiswa Bidik Misi yang berasal dari golongan masyarakat tidak mampu sering merasa minder untuk bersaing dengan mahasiswa lainnya karena merasa tidak mampu dan tidak memiliki modal. Selain itu, mereka juga menganggap bahwa Indonesia merupakan negara yang paling tertinggal di antara negara-negara ASEAN lainnya. Pemikiran terkait hal itu sama sekali tidak benar. Perlu diketahui bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki tingkat ekonomi terbesar di ASEAN, bahkan Indonesia meraih peringkat ke-38 (dari 148 negara) dalam Global Competitiveness Index. Selain itu, Indonesia juga merupakan satu-satunya anggota G20 di ASEAN. Persiapan mental yang kuat dan sugesti yang positif harus dilakukan oleh mahasiswa Bidik Misi, jika ingin eksis berperan dalam AEC 2015.

Hal lain yang juga menjadi hambatan dalam menyikapi AEC 2015 adalah tidak adanya keterampilan atau keahlian dalam melakukan suatu hal. AEC 2015 menuntut semua pihak yang terlibat untuk memiliki keterampilan atau keahlian di bidang tertentu. Misalnya, keterampilan dalam merancang pakaian, jembatan, bangunan ataupun keterampilan dalam bidang pemasaran dan negoisasi. Keterampilan atau keahlian itulah yang akan memudahkan mahasiswa Bidik Misi untuk ikut bersaing dalam pilar AEC 2015. Selain keterampilan-keterampilan di atas, mahasiswa Bidik Misi juga harus memiliki kemampuan berbahasa Inggris. Bahasa resmi masyarakat ASEAN dan internasional ini sering menjadi hambatan bagi seluruh mahasiswa, tidak terbatas hanya pada mahasiswa Bidik Misi. Kemampuan berbahasa Inggris perlu ditingkatkan secara terus-menerus agar mempermudah mahasiswa untuk dapat bersaing di kawasan Asia Tenggara. Jika, kemampuan berbahasa Inggris ini diacuhkan, mahasiswa Bidik Misi akan kesulitan dalam mencari atau menciptakan pekerjaan karena kalah bersaing dengan mahasiswa dari  negara ASEAN lainnya yang memiliki kemampuan berbahasa Inggris.

AEC 2015 dapat menjadi sebuah peluang bagi mahasiswa, khususnya mahasiswa Bidik Misi yang diyakini memiliki pemikiran yang luas dan kreatif. Akan tetapi, jika kemampuan itu tidak diimbangi dengan persiapan mental, modal dan keterampilan atau keahlian lain, AEC 2015 dapat seketika menjadi sebuah ancaman atau hambatan yang akan merugikan mereka dan negara.

 

Referensi:

Kerjasama Fungsional ASEAN, diakses dari http://deplu.go.id.

Materi seminar “Menuju Komunitas ASEAN 2015: Manfaat dan Peluang “ oleh Rahmat Pramono Duta Besar/Wakil Tetap RI untuk ASEAN dalam Sekolah Politik PROKLAMATOR BEM FISIP UNS Surakarta pada 1 November  2014.

 

Moh Luthfi Syamsudin

Jurusan Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)

Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta

Angkatan 2013

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *