IRONI MINAT BACA PEMUDA
Oleh : Alifia Nur M. Y
(Pend. Bahasa Indonesia 2016, Universitas Sebelas Maret Surakarta)
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki kurang lebih 17.504 pulau, di antaranya 9.634 pulau yang belum diberi nama dan 6.000 pulau tak berpenghuni. Indonesia juga memiliki hutan tropis terbesar di dunia yang luasnya mencapai 39.549.447 hektar. Tak hanya wilayah yang subur dan membentang luas, Indonesia juga memiliki 237.641.326 jiwa penduduk sehingga Indonesia menempati posisi sebagai salah satu negara terpadat di dunia. Belum lagi kekayaan kebudayaan yang dimiliki bangsa kita. Semua kekayaan tersebut melimpah ruah di depan mata kita. Membuat kita tersenyum bangga memiliki Indonesia. Namun apa gunanya jika memiliki kekayaan yang begitu melimpah namun penduduknya tetap miskin dan terbelakang? Apa gunanya jika masyarakatnya erat dengan kriminalitas? Di sinilah peran suatu pendidikan itu berfungsi.
Dapat dikatakan bahwa pendidikan para pemuda merupakan tolak ukur kecerdasan suatu bangsa. Hal ini dikarenakan pemuda merupakan dambaan bangsa untuk melanjutkan kepemimpinan dan menjadi generasi penerus bangsa yang dapat membawa bangsa ke arah yang lebih baik. Namun jiwa labil para pemuda dapat saja merusak segalanya. Berbagai tindak kenakalan remaja kini akrab di telinga kita. Tak terhitung berapa jumlah pemuda Indonesia yang kini terjebak dalam candu Narkoba. Tak terhitung pula berapa jumlah anak gadis yang kini hamil di luar nikah karena aktivitas free sex.
Pendidikan karakter memang hal yang sangat vital dalam pembentukan kepribadian remaja. Salah satu pembentuk karakter dalam diri remaja adalah sekolah sebagai rumah kedua para remaja. Sikap dan karakter para remaja akan terbentuk dari hasil interaksinya dalam masyarakat. Sekolah menjadi salah satu komponen utama pembentuk karakter karena sekolah merupakan supplier atau penyuplai ilmu dalam diri pelajar. Di dalam sekolah sendiri terdapat berbagai komponen yang bisa digunakan para siswa sebagai sarana untuk menggali ilmu. Di antaranya pelajaran dari guru, organisasi, interaksi dengan teman dan perpustakaan.
Banyak orang yang memahami betul bahwa perpustakaan adalah gudang ilmu dan jendela pengetahuan dunia. Namun realita yang terjadi saat ini adalah perpustakaan adalah salah satu tempat tersepi di sekolah.
Pada era di mana iptek atau ilmu pengetahuan dan teknologi mencapai puncak kejayaannya, tentu membawa dampak positif juga negatif bagi masyarakat. Di satu sisi informasi dapat dengan mudahnya diperoleh sehingga mempercepat arus globalisasi. Namun di sisi lain, kemajuan iptek tanpa sadar terlalu memanjakan hidup manusia sehingga terbiasa dengan segala hal yang bersifat serba cepat. Segala hal instan ini lah yang perlahan mengikis karakter bangsa.
Kemanjaan iptek telah mengubah citra pemuda menjadi pemuda yang tak lagi identik dengan semangat sebagaimana generasi pemuda sebelumnya. Mereka mengabaikan logika dan tak lagi menganggap penting suatu analisa. Hanya cukup dengan mengetik keyword di search engine lalu klik enter. Selesai sudah. Mereka telah melewatkan suatu proses. Pun juga gagal dalam memaknai proses belajar yang sesungguhnya. Sekolah pun diibaratkan hanya ajang pencarian nilai dan perebutan ranking tanpa peduli ilmu apa yang didapat.
Remaja di era global saat ini terlalu mendewakan kecanggihan teknologi sehingga membuat mereka semakin asing dengan buku. Padahal sejarah mencatat bahwa buku telah menjadi sumber ilmu pengetahuan lintas masa. Sejak manusia mengenal aktivitas membaca dan menulis, mereka mulai menulis di mana saja. Misalnya manusia purba yang sudah mulai menulis di dinding-dinding gua, lalu beralih pada daun papyrus. Berabad-abad kemudian setelah ditemukannya kertas oleh Ts’ai Lun pada tahun 105 Masehi, manusia semakin gencar berkarya dalam tulis menulis. Karya sastra mulai berkembang dan ilmu pengetahuan disebarluaskan.
Dalam kilas balik sejarah, para pemuda berperan penting dalam memperjuangkan proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Mereka pula yang menjadi tokoh utama dan pemrakarsa peristiwa Rengasdengklok. Pemuda pada masa itu adalah pemuda penuh semangat yang rela mengorbankan apapun untuk Indonesia. Kini tugas kita sebagai pemuda di era ini adalah mengisi kemerdekaan dengan berbagai hal positif dan terus memupuk ilmu pengetahuan untuk mempersiapkan diri untuk generasi emas Indonesia. Banyak hal yang bisa kita lakukan untuk memulai perubahan sehingga kita sukses menjadi pribadi yang hebat dan berilmu.
Pertama, kita perlu mencintai buku. Jika kita sudah mencintai buku dan banyak mendapatkan ilmu dari buku, maka bersiaplah untuk menjadi orang hebat yang berilmu. Namun jika kita masih saja ‘phobia’ terhadap buku, mulailah paksakan diri untuk mencintai buku. Terkadang sesuatu yang diawali dengan keterpaksaan akan berubah menjadi kebiasaan. Kebiasaan yang positif akan membawa perubahan positif pula untuk diri kita.
Kita perlu membuang mindset bahwa kutu buku itu culun, kurang update dan tidak punya teman. Bukan buku yang membuat kita susah bersosial, tapi diri kita sendiri. Sebaliknya, semakin banyak membaca buku akan semakin banyak pula ilmu yang kita dapatkan dan bagikan kepada teman-teman sehingga kita akan tetap eksis dalam bersosial.
Menanamkan budaya baca pada anak-anak usia dini di sekitar kita adalah langkah lanjut yang harus dilakukan. Pikiran mereka dapat dikatakan masih mudah tersugesti oleh perkataan orang dewasa. Ajak mereka membaca buku dongeng yang penuh gambar, misalnya. Di beberapa daerah telah ada perpustakaan keliling yang telah beroperasi sejak kurang lebih lima tahun yang lalu. Jika perpustakaan keliling dapat dioptimalkan operasinya hingga ke pelosok negeri, tentu akan semakin mudah menumbuhkan minat baca pada anak usia dini.
Banyak cara untuk menanamkan budaya baca sehingga kita sukses menjadi pemuda yang berkarakter.. Terlebih bagi kita, mahasiswa pembidik mimpi yang harus berprestasi untuk negeri. Kita dapat membawa perubahan-perubahan kecil yang membawa kebaikan di sekitar kita. Perubahan kecil akan mengantarkan kita pada perubahan besar. Seorang agent of change dapat memulai perubahan dari diri sendiri, dari yang terkecil dan dari sekarang hingga kelak perubahan kecil dapat bertransformasi menjadi sebuah peradaban besar yang membawa kebaikan untuk negeri.
Mahasiswa identik dengan sosok yang cerdas, berpendidikan, dan berpandangan luas. Jika kita berpikir lebih dalam, sesungguhnya yang dibutuhkan negeri ini adalah sosok yang mampu menjadi motor penggerak adanya suatu perubahan positif yang besar. Statement bahwa dengan buku kita akan menggenggam dunia memanglah bukan sekedar isapan jempol. Mahasiswa sebagai tokoh insiratif dan berpendidikan tinggi di masyarakat sudah sepatutnya melebarkan sayap untuk melakukan kegiatan-kegiatan pembawa perubahan.
Categories:
No Responses